Saturday 24 November 2012

THUNDERSTRUCK




Shit Shit Shit Shit Shit….

Jam berapa ini? Sean Cromwell melihat jam wekernya sambil panik. Ia akan telat ke kantor. Sean buru-buru melakukan semua ritual paginya (minus sarapan) dan segera menjalankan mobilnya menuju pusat kota North Gungenport….

Keterlambatannya diperparah dengan kemacetan panjang di jalan protokol.

Tak ada yang bisa Sean lakukan selain mencoba mengarang alasan kepada bosnya nanti. Sambil pasrah melihat jalanan yang tak kunjung lancar, ia membayangkan seandainya mobilnya dilengkapi dengan peluncur roket, sehingga ia bisa meledakkan apapun yang menghalangi jalannya ke kantor….

Duar Duar Duar…. Sean memvisualisasikan ledakan mobil-mobil di depan dalam pikirannya.

Dan tiba-tiba sebuah bus di depannya meledak.



Kepanikan langsung bermunculan di sekitarnya. Sean terbelalak kaget. Untungnya jarak mobilnya dengan bus tersebut masih cukup jauh, sehingga ia tidak apa-apa.

Bunyi gemuruh mesin jet terdengar dari atas, seketika lewatlah sebuah pesawat tempur MOJ-32C yang terbang rendah di atas jalan raya tersebut. Beberapa detik kemudian, sebuah pesawat tempur lain yaitu Verzer V-26 mengikuti di belakangnya.

Rupanya kedua pesawat itu sedang kejar-kejaran, dan ledakan bus tadi berasal dari peluru kendali V-26 yang gagal mengenai lawannya….



Orang-orang berlarian meninggalkan kendaraannya dengan panik. Sean berusaha mundur dan berputar, tapi terlambat, di belakangnya juga sudah macet. Beberapa saat kemudian terdengar lolongan sirene panjang dan keras dari speaker-speaker yang ditempatkan di gedung-gedung di dekatnya.

Ada apa ini? Apa kita sedang berperang? Sean mengganti CD playernya dengan radio, ternyata ada pengumuman darurat bahwa negara tetangga Vertopia baru saja menyatakan perang dengan Moyoland. Sirene barusan ialah peringatan serangan udara yang sedikit terlambat…


===================================
(Sementara itu)


“Mau mengunci misil dari sudut kayak gitu? Besoooook!!!” teriak Letnan Satu Robin Mifune setelah berhasil menghindari serangan barusan. Ia tahu lawannya tidak bisa mendengarnya, tapi ia puas saja bisa bragging seperti itu, walaupun sekarang kondisinya tidak menguntungkan baginya.

Angkatan udara Vertopia tidak main-main dalam melakuan persiapan menyerang Moyoland. Pesawat penyerbu seri terbaru mereka, Verzer V-26 “Viscera”, unggul dalam hampir semua bidang dibandingkan pesawat yang Robin naiki sekarang, MOJ-32C “Thunderstruck”. V-26 lebih cepat, persenjataan lebih canggih, dan semua sistem kendali sudah modern, mungkin pilot newbie dengan sedikit jam terbang saja sudah bisa menguasainya.

Sedangkan Robin Mifune baru saja membiasakan diri dengan pesawat MOJ-32C ini. Ia baru berlatih dengannya selama 2 bulan, tapi keadaan perang menuntut bahwa siap tidak siap, harus siap. Sebelumnya, Robin terbiasa menerbangkan MOJ-32B “Eagleheart”, yang mana memiliki beberapa perbedaan dalam kontrol manuver dengan Thunderstruck, sehingga ia masih agak kagok….

 Verzer itu terus menempelnya seperti seorang pacar yang over protektif. Robin sudah berusaha melakukan hampir semua teknik manuver yang ia ketahui, tapi tetap saja V-26 bisa membaca semuanya, seolah-olah seperti sudah otomatis dikendalikan komputer, dan pilotnya hanya tinggal santai saja.


Tunggu sebentar, mungkin itu kelemahannya…


Robin terpikir sebuah ide yang nekat. Ia memperbesar jarak dengan V-26 di belakangnya, lalu tiba-tiba melakukan putaran Immelman, sehingga kini kedua pesawat itu saling berhadapan…

Pilot Verzer tersenyum. Mau apa ini orang?, sambil bersiap menempatkan jari di tombol peluru kendali. Ia menunggu jaraknya cukup dekat sehingga bisa mengunci MOJ-32C tersebut….



Tetapi, yang ia lihat melalui kaca depannya justru hidung dari sebuah misil yang mengarah tepat ke wajahnya. Ia tidak sempat lagi melakukan apapun, dan Verzer V-26 “Viscera” tersebut meledak hidung duluan di udara….

Muanntaaaappp….. Letnan Satu Robin Mifune menang dalam perjudian tersebut. Ketika berhadapan tadi, ia meluncurkan sebuah misil jarak dekat P-14, atau di kalangan pilot biasa disebut sebagai P-14 “Boiled-Cheese”, namun tanpa menunggu lawannya terkunci dahulu. Jika pesawat tidak terkunci oleh pesawat musuhnya, sistem peringatan tidak akan aktif, sehingga musuhnya tidak tahu bahwa ada misil menuju ke arahnya, dan misil buatan pabrik Arwen Arsenals itu pun melakukan tugasnya dengan baik.

Hanya pilot amatiran yang masih tertipu cara ini, Robin berjudi dengan berasumsi  bahwa pilot V-26 itu masih amatir, karena fakta bahwa pilot amatir sekalipun bisa menerbangkan V-26. Keunggulan malah menjadi kelemahan….



Robin baru saja akan kembali menuju markasnya, ketika tiba-tiba titik-titik merah bermunculan di radarnya…



Kini beberapa V-26 menuju ke arahnya. Salah satu rencana Vertopia dalam tahap awal invasi ke Moyoland ialah “Operation Flood Money”, yaitu serangan besar-besaran dari udara. Ada lima, tidak, enam pesawat musuh yang membidik Robin sekaligus. Bunyi peringatan bahwa pesawat musuh sudah menguncinya, terdengar dalam irama yang sama dengan detak jantung Robin. Kali ini tidak mungkin menghindar….

Sebuah roket meluncur kencang ke arahnya. Tidak ada waktu melakukan counter-manouver, tangan Robin sudah bersiap di tuas pelontar kursi. Di dekat tuas itu ada coret-coretan isengnya, bertuliskan “Dalam keadaan darurat di-gangbang musuh, tarik tuas”. Tapi melihat jarak misil yang sudah sangat dekat itu, sepertinya tidak akan sempat…


Robin menutup matanya sambil menunggu ledakan…


Dan semuanya tiba-tiba menjadi hening…


Tidak ada ledakan, malah tidak ada suara apa-apa sama sekali, tidak ada suara peringatan serangan musuh, tidak ada bunyi mesin pesawat, semuanya hening. Robin membuka matanya kembali…

Pesawatnya tidak bergerak di udara, demikian juga pesawat-pesawat musuh. Misil tersebut juga hanya berdiam saja tergantung di udara, tidak jauh dari jendela pesawat MOJ-32C tersebut.

Robin melihat jam tangan Breitlingnya, jarum detik tidak berjalan.


“Selamat pagi, Mr. Mifune…”

Suara wanita terdengar dari kursi belakang pesawat. Robin sontak kaget. Dan setahunya, bukankah MOJ-32 ini merupakan pesawat tempur awak tunggal? Seharusnya tidak ada “kursi belakang”…

Ia tidak tahu mana yang lebih membingungkan, keadaan dimana waktu seolah terhenti di luar, atau tiba-tiba pesawat ini mempunyai kursi belakang, atau bagaimana cewek tak dikenal ini bisa tiba-tiba berada di dalam kokpit bersamanya, atau siapa yang bakal menang bola nanti malam. WTF, pikirannya sudah terlalu kacau.


“Siapa? Apa? Bagaimana? Ebuset, apa-apaan ene?”, Robin punya banyak pertanyaan, namun bahkan bingung apa yang mesti ia tanyakan duluan.

“Panggil gue Lucy, lengkapnya Lucille Ferrigno…. Nah, ada versi panjang lebar mengenai siapa kami dan kenapa kami disini dan bla bla bla…. Atau langsung ke intinya, kau akan mati di pesawat ini. Pilih alam baka, atau terlahir kembali menjadi pasukan abadi di bawah pimpinan kami, bagaimana Mr. Mifune?”, tanya cewek misterius yang ternyata bernama Lucy tersebut.

“Okey, berhubung kayaknya ente bisa menghentikan waktu, gue pilih versi panjang lebarnya”, balas Robin sambil berusaha tetap tenang, walaupun otaknya masih berusaha mencerna semua ini.

“Kami adalah, sebut saja kaum pengendali perang. Kami menentukan negara mana yang saling berperang, sebesar apa perangnya, seberapa lama, dan juga siapa yang akan menang. Dalam beberapa kesempatan yang jarang, jika kondisi perang tidak sesuai dengan rencana yang dibuat boss kami, maka ada perlunya kami melakukan intervensi. Contohnya seperti sekarang ini…”

Robin sulit melihat ke belakang untuk melihat seperti apa rupa Lucy ini. Dari suaranya, sepertinya ia mengambil wujud wanita berusia 25-30an.



“Tunggu sebentar, jadi orang-orang elu yang membuat kita diserang?”

“Salah, Letnan. Mifune, Kami mengendalikan perang, tapi tidak menyebabkannya. Trigger-nya tetap dari kalian sendiri, manusia. Kami hanya mengaturnya agar masih sesuai rencana tertulis. Contohnya krisis misil Kuba atau perang dunia dua, jika kami tidak mengintervensi, dampaknya bisa lebih parah…”


Robin mencoba untuk berpikir. Kelompok setengah dewa yang mengatur jalannya peperangan? Robin memang suka membaca komik atau film-film fantasi, tapi tidak pernah mengira yang seperti ini bakalan nyata.

Lucille melanjutkan bicaranya, “Kembali ke tawaran, Mr. Mifune. Untuk mengendalikan perang ini, dan juga perang-perang selanjutnya, kami akan menjadikan anda salah satu dari kami. Kekuatan yang tidak pernah anda bayangkan. Anda suka membaca komik atau main video game, Mr. Mifune?”

“Panggil saja Robin, dan ya.”

“Kekuatan karakter-karakter di komik atau game itu bisa anda dapatkan. Menghancurkan gedung dengan energi dari tangan, berpindah ratusan meter dalam kedipan mata, mengendalikan kilat dan angin topan dan bahkan meteor, menghentikan waktu, immortalitas, semua yang bisa anda bayangkan, Mr. Mifune, maaf, Robin…”

“Tapi…”, Robin memotong.

“Tapi?”, untuk pertama kalinya, Lucy terdengar bingung.

“Selalu ada tapinya. Tulisan kecil di bagian syarat dan ketentuan. Tapi gue musti begini dan begitu, tapi gue musti meninggalkan kehidupan lama, tapi gue musti membunuh siapapun yang kalian suruh, tapi gue musti menjual jiwa gue, tapi gue musti punya kartu kredit ZeusBank, tapi gue musti belanja minimal sekian Mojos, tapi gue musti bla bla bla…”

Lucy melakukan gerakan yang sepertinya mengambil sesuatu dari kantungnya.

“Hallo bos…”, rupanya sebuah telepon genggam. Bagaimana bisa dapet sinyal di ketinggian segini? Ah, tidak ada lagi yang masuk akal, pikir Robin

“Ia menanyakan konsekuensinya, perlu saya beritahu? Hei bos, halo? Halo? Ah sompret, pulsanya habis. Boleh pinjam hapemu?”

Pilot sebenarnya tidak boleh bawa telepon genggam ke pesawat, tapi Robin memang bandel. Ia menyerahkannya pada si cewek di belakang.

“Hmm, Candybar, masih ada juga yang pakai seperti ini jaman sekarang”, Lucy menekan beberapa angka. “Yes bos, ini Lucy, tadi lupa isi pulsa. Konsekuensi, bagaimana?”

Robin tidak bisa mendengar lawan bicara Lucy, tapi sepertinya mereka berdua masih menggunakan bahasa manusia. Setelah beberapa menit, akhirnya percakapan itu selesai.

“Baik, Letnan Mifune, ah, maksudku Robin, coba terbangkan pesawat ini ke arah yang aku berikan.”

Dan tiba-tiba mesin pesawat Thunderstruck itu menyala kembali. Tapi tidak dengan pesawat-pesawat lain, semua masih terkunci dalam waktu. Robin menyetirnya menuju titik yang diberikan Lucy di radar, rupanya di luar kota North Gungenport, lalu Lucy menyuruhnya berputar dan kembali menghadap kota.

“Nah, asumsi kau membawa bom nuklir, coba tembakkan itu menuju kota. Tenang saja Robin, ini cuma simulasi, tidak ada orang beneran yang akan mati.” Lucy menyuruh Robin menekan tombol untuk meluncurkan roket.


Robin menekan pelatuknya, sebuah roket terbang menuju pusat kota.


Beberapa detik kemudian, ledakan besar terjadi. Sangat silau sehingga memaksa Robin menutup matanya.




“Jika kau tidak menerima tawaran kami, hal ini bisa saja terjadi pada kotamu. Orang-orang seperti kami juga ada di pihak musuh kami. Jadi nantinya kau akan berhadapan dengan lawan-lawan yang sama kuat atau jauh lebih kuat.”

Lucy masih melanjutkan penjelasannya. “Dengan bergabungnya kau menjadi pasukan kami, kau akan berada sepenuhnya di bawah pimpinan kami. Kau akan bernapas hanya jika kami menyuruh kau untuk bernapas. Dan begitu kau bergabung, tidak ada jalan kembali.”

Lucy terus menjelaskan detilnya kepada Robin, dan Robin mendengarkan dengan seksama. Ketika semuanya selesai, Robin hanya terdiam dan berpikir, sambil memainkan tangannya di tuas kendali pesawat. Lucy menunggu jawaban Robin dengan sabar.


“Tidak.” Akhirnya Robin berbicara.


“Kau yakin?” Lucy penasaran kenapa Robin menolak. Meskipun Lucy adalah sebuah makhluk dengan kekuatan super, tetap saja ia tidak bisa membaca pikiran manusia.

“Aku adalah Letnan Satu Angkatan Udara Moyoland, divisi 28 Utara, lulusan terbaik dari sekolah perwira St. Ismo, dan beginilah perang yang aku mengerti, manusia melawan manusia, bukan antara Superman melawan Galactus. Kau silakan saja mengintervensi perang kami, tapi aku tidak akan menjadi bagian dari itu….” Robin berkata dengan penuh percaya diri.

Robin belum percaya sepenuhnya terhadap kelompok yang dikatakan Lucy ini. Ia menganggap bahwa masih banyak yang Lucy belum ceritakan.

“Katakanlah aku bergabung, maka simulasi ledakan nuklir tadi bisa saja malah terjadi pada Vertopia bukan? Aku memang nasionalis, tapi bukan begini caranya kami berperang. Silakan cari orang lain…”

Robin menyadari bahwa dengan menolak Lucy, ia akan mati terkena misil V-26 tadi. Tapi ia tetap teguh pada jawabannya.

Lucy menghembuskan napas panjang. “Okey Mr. Mifune, maksudku Robin. Paling tidak, kami sudah berusaha…”

Dan seketika, Lucille Ferrigno menghilang, waktu kembali berjalan. Pesawat MOJ-32C Robin kembali di tempat semula. Misil dari V-26 itu kembali bergerak. Robin menutup matanya, kali ini akan benar-benar meledak….


====================



Sean Cromwell melihat pesawat Thunderstruck itu meledak di udara…

Ketika sadar bahwa ia telat ke kantor, Sean tadinya mengharapkan hari ini diliburkan saja. Ternyata memang kita harus berhati-hati dengan apa yang kita harapkan.


Pesawat MOJ-32C itu terjatuh dengan kobaran api besar di badannya.


Menuju Sean yang masih berada di mobilnya….


Enggak sempat kabur lagi, pikir Sean. Dan iapun menutup matanya menunggu jatuhnya pesawat tempur itu.


Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari kursi belakang.

“Selamat pagi, Mr. Cromwell…”





3 comments:

  1. Ceritanya kayak campuran Top Gun plus Faust plus Code Geass and do you really need to put some descriptions about specification and manufactury over the jetfighters? bikin gw bingung deh...

    ReplyDelete
  2. I could need some constructive comments from literature guys like this, thanks :)

    Top gun, Faust, Code Geass = belom nonton semua. Kasian yah gue?

    Jetfighters description = I'm no military enthusiast, so If I go with real world models, say F-22 or Su-37, then I might get them facts wrong. So it's easier to just make new ones and put any descriptions I like :)

    ReplyDelete
  3. Tumben moy bikin cerita skyfighter, pasti terinspirasi abis maen ace combat

    ReplyDelete