Saturday 24 November 2012

THUNDERSTRUCK




Shit Shit Shit Shit Shit….

Jam berapa ini? Sean Cromwell melihat jam wekernya sambil panik. Ia akan telat ke kantor. Sean buru-buru melakukan semua ritual paginya (minus sarapan) dan segera menjalankan mobilnya menuju pusat kota North Gungenport….

Keterlambatannya diperparah dengan kemacetan panjang di jalan protokol.

Tak ada yang bisa Sean lakukan selain mencoba mengarang alasan kepada bosnya nanti. Sambil pasrah melihat jalanan yang tak kunjung lancar, ia membayangkan seandainya mobilnya dilengkapi dengan peluncur roket, sehingga ia bisa meledakkan apapun yang menghalangi jalannya ke kantor….

Duar Duar Duar…. Sean memvisualisasikan ledakan mobil-mobil di depan dalam pikirannya.

Dan tiba-tiba sebuah bus di depannya meledak.



Kepanikan langsung bermunculan di sekitarnya. Sean terbelalak kaget. Untungnya jarak mobilnya dengan bus tersebut masih cukup jauh, sehingga ia tidak apa-apa.

Bunyi gemuruh mesin jet terdengar dari atas, seketika lewatlah sebuah pesawat tempur MOJ-32C yang terbang rendah di atas jalan raya tersebut. Beberapa detik kemudian, sebuah pesawat tempur lain yaitu Verzer V-26 mengikuti di belakangnya.

Rupanya kedua pesawat itu sedang kejar-kejaran, dan ledakan bus tadi berasal dari peluru kendali V-26 yang gagal mengenai lawannya….



Orang-orang berlarian meninggalkan kendaraannya dengan panik. Sean berusaha mundur dan berputar, tapi terlambat, di belakangnya juga sudah macet. Beberapa saat kemudian terdengar lolongan sirene panjang dan keras dari speaker-speaker yang ditempatkan di gedung-gedung di dekatnya.

Ada apa ini? Apa kita sedang berperang? Sean mengganti CD playernya dengan radio, ternyata ada pengumuman darurat bahwa negara tetangga Vertopia baru saja menyatakan perang dengan Moyoland. Sirene barusan ialah peringatan serangan udara yang sedikit terlambat…


===================================
(Sementara itu)


“Mau mengunci misil dari sudut kayak gitu? Besoooook!!!” teriak Letnan Satu Robin Mifune setelah berhasil menghindari serangan barusan. Ia tahu lawannya tidak bisa mendengarnya, tapi ia puas saja bisa bragging seperti itu, walaupun sekarang kondisinya tidak menguntungkan baginya.

Angkatan udara Vertopia tidak main-main dalam melakuan persiapan menyerang Moyoland. Pesawat penyerbu seri terbaru mereka, Verzer V-26 “Viscera”, unggul dalam hampir semua bidang dibandingkan pesawat yang Robin naiki sekarang, MOJ-32C “Thunderstruck”. V-26 lebih cepat, persenjataan lebih canggih, dan semua sistem kendali sudah modern, mungkin pilot newbie dengan sedikit jam terbang saja sudah bisa menguasainya.

Sedangkan Robin Mifune baru saja membiasakan diri dengan pesawat MOJ-32C ini. Ia baru berlatih dengannya selama 2 bulan, tapi keadaan perang menuntut bahwa siap tidak siap, harus siap. Sebelumnya, Robin terbiasa menerbangkan MOJ-32B “Eagleheart”, yang mana memiliki beberapa perbedaan dalam kontrol manuver dengan Thunderstruck, sehingga ia masih agak kagok….

 Verzer itu terus menempelnya seperti seorang pacar yang over protektif. Robin sudah berusaha melakukan hampir semua teknik manuver yang ia ketahui, tapi tetap saja V-26 bisa membaca semuanya, seolah-olah seperti sudah otomatis dikendalikan komputer, dan pilotnya hanya tinggal santai saja.


Tunggu sebentar, mungkin itu kelemahannya…


Robin terpikir sebuah ide yang nekat. Ia memperbesar jarak dengan V-26 di belakangnya, lalu tiba-tiba melakukan putaran Immelman, sehingga kini kedua pesawat itu saling berhadapan…

Pilot Verzer tersenyum. Mau apa ini orang?, sambil bersiap menempatkan jari di tombol peluru kendali. Ia menunggu jaraknya cukup dekat sehingga bisa mengunci MOJ-32C tersebut….



Tetapi, yang ia lihat melalui kaca depannya justru hidung dari sebuah misil yang mengarah tepat ke wajahnya. Ia tidak sempat lagi melakukan apapun, dan Verzer V-26 “Viscera” tersebut meledak hidung duluan di udara….

Muanntaaaappp….. Letnan Satu Robin Mifune menang dalam perjudian tersebut. Ketika berhadapan tadi, ia meluncurkan sebuah misil jarak dekat P-14, atau di kalangan pilot biasa disebut sebagai P-14 “Boiled-Cheese”, namun tanpa menunggu lawannya terkunci dahulu. Jika pesawat tidak terkunci oleh pesawat musuhnya, sistem peringatan tidak akan aktif, sehingga musuhnya tidak tahu bahwa ada misil menuju ke arahnya, dan misil buatan pabrik Arwen Arsenals itu pun melakukan tugasnya dengan baik.

Hanya pilot amatiran yang masih tertipu cara ini, Robin berjudi dengan berasumsi  bahwa pilot V-26 itu masih amatir, karena fakta bahwa pilot amatir sekalipun bisa menerbangkan V-26. Keunggulan malah menjadi kelemahan….



Robin baru saja akan kembali menuju markasnya, ketika tiba-tiba titik-titik merah bermunculan di radarnya…



Kini beberapa V-26 menuju ke arahnya. Salah satu rencana Vertopia dalam tahap awal invasi ke Moyoland ialah “Operation Flood Money”, yaitu serangan besar-besaran dari udara. Ada lima, tidak, enam pesawat musuh yang membidik Robin sekaligus. Bunyi peringatan bahwa pesawat musuh sudah menguncinya, terdengar dalam irama yang sama dengan detak jantung Robin. Kali ini tidak mungkin menghindar….

Sebuah roket meluncur kencang ke arahnya. Tidak ada waktu melakukan counter-manouver, tangan Robin sudah bersiap di tuas pelontar kursi. Di dekat tuas itu ada coret-coretan isengnya, bertuliskan “Dalam keadaan darurat di-gangbang musuh, tarik tuas”. Tapi melihat jarak misil yang sudah sangat dekat itu, sepertinya tidak akan sempat…


Robin menutup matanya sambil menunggu ledakan…


Dan semuanya tiba-tiba menjadi hening…


Tidak ada ledakan, malah tidak ada suara apa-apa sama sekali, tidak ada suara peringatan serangan musuh, tidak ada bunyi mesin pesawat, semuanya hening. Robin membuka matanya kembali…

Pesawatnya tidak bergerak di udara, demikian juga pesawat-pesawat musuh. Misil tersebut juga hanya berdiam saja tergantung di udara, tidak jauh dari jendela pesawat MOJ-32C tersebut.

Robin melihat jam tangan Breitlingnya, jarum detik tidak berjalan.


“Selamat pagi, Mr. Mifune…”

Suara wanita terdengar dari kursi belakang pesawat. Robin sontak kaget. Dan setahunya, bukankah MOJ-32 ini merupakan pesawat tempur awak tunggal? Seharusnya tidak ada “kursi belakang”…

Ia tidak tahu mana yang lebih membingungkan, keadaan dimana waktu seolah terhenti di luar, atau tiba-tiba pesawat ini mempunyai kursi belakang, atau bagaimana cewek tak dikenal ini bisa tiba-tiba berada di dalam kokpit bersamanya, atau siapa yang bakal menang bola nanti malam. WTF, pikirannya sudah terlalu kacau.


“Siapa? Apa? Bagaimana? Ebuset, apa-apaan ene?”, Robin punya banyak pertanyaan, namun bahkan bingung apa yang mesti ia tanyakan duluan.

“Panggil gue Lucy, lengkapnya Lucille Ferrigno…. Nah, ada versi panjang lebar mengenai siapa kami dan kenapa kami disini dan bla bla bla…. Atau langsung ke intinya, kau akan mati di pesawat ini. Pilih alam baka, atau terlahir kembali menjadi pasukan abadi di bawah pimpinan kami, bagaimana Mr. Mifune?”, tanya cewek misterius yang ternyata bernama Lucy tersebut.

“Okey, berhubung kayaknya ente bisa menghentikan waktu, gue pilih versi panjang lebarnya”, balas Robin sambil berusaha tetap tenang, walaupun otaknya masih berusaha mencerna semua ini.

“Kami adalah, sebut saja kaum pengendali perang. Kami menentukan negara mana yang saling berperang, sebesar apa perangnya, seberapa lama, dan juga siapa yang akan menang. Dalam beberapa kesempatan yang jarang, jika kondisi perang tidak sesuai dengan rencana yang dibuat boss kami, maka ada perlunya kami melakukan intervensi. Contohnya seperti sekarang ini…”

Robin sulit melihat ke belakang untuk melihat seperti apa rupa Lucy ini. Dari suaranya, sepertinya ia mengambil wujud wanita berusia 25-30an.



“Tunggu sebentar, jadi orang-orang elu yang membuat kita diserang?”

“Salah, Letnan. Mifune, Kami mengendalikan perang, tapi tidak menyebabkannya. Trigger-nya tetap dari kalian sendiri, manusia. Kami hanya mengaturnya agar masih sesuai rencana tertulis. Contohnya krisis misil Kuba atau perang dunia dua, jika kami tidak mengintervensi, dampaknya bisa lebih parah…”


Robin mencoba untuk berpikir. Kelompok setengah dewa yang mengatur jalannya peperangan? Robin memang suka membaca komik atau film-film fantasi, tapi tidak pernah mengira yang seperti ini bakalan nyata.

Lucille melanjutkan bicaranya, “Kembali ke tawaran, Mr. Mifune. Untuk mengendalikan perang ini, dan juga perang-perang selanjutnya, kami akan menjadikan anda salah satu dari kami. Kekuatan yang tidak pernah anda bayangkan. Anda suka membaca komik atau main video game, Mr. Mifune?”

“Panggil saja Robin, dan ya.”

“Kekuatan karakter-karakter di komik atau game itu bisa anda dapatkan. Menghancurkan gedung dengan energi dari tangan, berpindah ratusan meter dalam kedipan mata, mengendalikan kilat dan angin topan dan bahkan meteor, menghentikan waktu, immortalitas, semua yang bisa anda bayangkan, Mr. Mifune, maaf, Robin…”

“Tapi…”, Robin memotong.

“Tapi?”, untuk pertama kalinya, Lucy terdengar bingung.

“Selalu ada tapinya. Tulisan kecil di bagian syarat dan ketentuan. Tapi gue musti begini dan begitu, tapi gue musti meninggalkan kehidupan lama, tapi gue musti membunuh siapapun yang kalian suruh, tapi gue musti menjual jiwa gue, tapi gue musti punya kartu kredit ZeusBank, tapi gue musti belanja minimal sekian Mojos, tapi gue musti bla bla bla…”

Lucy melakukan gerakan yang sepertinya mengambil sesuatu dari kantungnya.

“Hallo bos…”, rupanya sebuah telepon genggam. Bagaimana bisa dapet sinyal di ketinggian segini? Ah, tidak ada lagi yang masuk akal, pikir Robin

“Ia menanyakan konsekuensinya, perlu saya beritahu? Hei bos, halo? Halo? Ah sompret, pulsanya habis. Boleh pinjam hapemu?”

Pilot sebenarnya tidak boleh bawa telepon genggam ke pesawat, tapi Robin memang bandel. Ia menyerahkannya pada si cewek di belakang.

“Hmm, Candybar, masih ada juga yang pakai seperti ini jaman sekarang”, Lucy menekan beberapa angka. “Yes bos, ini Lucy, tadi lupa isi pulsa. Konsekuensi, bagaimana?”

Robin tidak bisa mendengar lawan bicara Lucy, tapi sepertinya mereka berdua masih menggunakan bahasa manusia. Setelah beberapa menit, akhirnya percakapan itu selesai.

“Baik, Letnan Mifune, ah, maksudku Robin, coba terbangkan pesawat ini ke arah yang aku berikan.”

Dan tiba-tiba mesin pesawat Thunderstruck itu menyala kembali. Tapi tidak dengan pesawat-pesawat lain, semua masih terkunci dalam waktu. Robin menyetirnya menuju titik yang diberikan Lucy di radar, rupanya di luar kota North Gungenport, lalu Lucy menyuruhnya berputar dan kembali menghadap kota.

“Nah, asumsi kau membawa bom nuklir, coba tembakkan itu menuju kota. Tenang saja Robin, ini cuma simulasi, tidak ada orang beneran yang akan mati.” Lucy menyuruh Robin menekan tombol untuk meluncurkan roket.


Robin menekan pelatuknya, sebuah roket terbang menuju pusat kota.


Beberapa detik kemudian, ledakan besar terjadi. Sangat silau sehingga memaksa Robin menutup matanya.




“Jika kau tidak menerima tawaran kami, hal ini bisa saja terjadi pada kotamu. Orang-orang seperti kami juga ada di pihak musuh kami. Jadi nantinya kau akan berhadapan dengan lawan-lawan yang sama kuat atau jauh lebih kuat.”

Lucy masih melanjutkan penjelasannya. “Dengan bergabungnya kau menjadi pasukan kami, kau akan berada sepenuhnya di bawah pimpinan kami. Kau akan bernapas hanya jika kami menyuruh kau untuk bernapas. Dan begitu kau bergabung, tidak ada jalan kembali.”

Lucy terus menjelaskan detilnya kepada Robin, dan Robin mendengarkan dengan seksama. Ketika semuanya selesai, Robin hanya terdiam dan berpikir, sambil memainkan tangannya di tuas kendali pesawat. Lucy menunggu jawaban Robin dengan sabar.


“Tidak.” Akhirnya Robin berbicara.


“Kau yakin?” Lucy penasaran kenapa Robin menolak. Meskipun Lucy adalah sebuah makhluk dengan kekuatan super, tetap saja ia tidak bisa membaca pikiran manusia.

“Aku adalah Letnan Satu Angkatan Udara Moyoland, divisi 28 Utara, lulusan terbaik dari sekolah perwira St. Ismo, dan beginilah perang yang aku mengerti, manusia melawan manusia, bukan antara Superman melawan Galactus. Kau silakan saja mengintervensi perang kami, tapi aku tidak akan menjadi bagian dari itu….” Robin berkata dengan penuh percaya diri.

Robin belum percaya sepenuhnya terhadap kelompok yang dikatakan Lucy ini. Ia menganggap bahwa masih banyak yang Lucy belum ceritakan.

“Katakanlah aku bergabung, maka simulasi ledakan nuklir tadi bisa saja malah terjadi pada Vertopia bukan? Aku memang nasionalis, tapi bukan begini caranya kami berperang. Silakan cari orang lain…”

Robin menyadari bahwa dengan menolak Lucy, ia akan mati terkena misil V-26 tadi. Tapi ia tetap teguh pada jawabannya.

Lucy menghembuskan napas panjang. “Okey Mr. Mifune, maksudku Robin. Paling tidak, kami sudah berusaha…”

Dan seketika, Lucille Ferrigno menghilang, waktu kembali berjalan. Pesawat MOJ-32C Robin kembali di tempat semula. Misil dari V-26 itu kembali bergerak. Robin menutup matanya, kali ini akan benar-benar meledak….


====================



Sean Cromwell melihat pesawat Thunderstruck itu meledak di udara…

Ketika sadar bahwa ia telat ke kantor, Sean tadinya mengharapkan hari ini diliburkan saja. Ternyata memang kita harus berhati-hati dengan apa yang kita harapkan.


Pesawat MOJ-32C itu terjatuh dengan kobaran api besar di badannya.


Menuju Sean yang masih berada di mobilnya….


Enggak sempat kabur lagi, pikir Sean. Dan iapun menutup matanya menunggu jatuhnya pesawat tempur itu.


Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari kursi belakang.

“Selamat pagi, Mr. Cromwell…”





Sunday 11 November 2012

AUTHOR'S NOTES





Ayeee, ogut kembali dengan blog baru lagi. Cerita yang satunya lagi : Joni Dropkick (http://jonidropkick.blogspot.com/) untuk sementara lagi istirahat karena gue masih bingung buat nerusin ceritanya.... 

Jadi sementara itu, silakan menikmati cerita-cerita baru di website THE BUSWAY BRAWLERS ini. Cerita-cerita disini sengaja gue bikin gak berhubungan satu sama lain, karena 

Sunday 4 November 2012

RIDE THE WIND




William Wagner benar-benar sial hari ini…


Ia kena tilang karena  tidak pakai sabuk pengaman. Lalu diperparah dengan mencoba “berdamai” dengan si polisi. Sebagian kecil polisi di New Ismoyork masih ada yang jujur, dan Briptu Ibrahim ini adalah salah satunya. 

William masih mencoba peruntungannya dengan mengatakan bahwa pamannya adalah perwira tinggi di kepolisian….

Polisi tersebut menjawab dengan mengatakan ayahnya adalah Judge Dredd…



Ini hari sial bagi William. Pagi hari telepon selulernya jatuh ke kolam. Siang hari ia makan ramen pedas yang membuatnya mencret. Sore, kartu kreditnya ditolak karena over limit. Sekarang, ia kena tilang. Sambil menerima surat tilang dan melanjutkan perjalanan, William mengumpat dalam hati.

Heeeh, sudah empat kali apes hari ini. Satu kali lagi pas jadi lima. Pikir William.

Ia mencoba menenangkan diri dengan menyalakan radio mobilnya. Kebetulan salah satu lagu kesukaannya, “Ride The Wind” dari Poison, tapi sayang sudah hampir selesai.


… Ride the wind 
Never coming back until I touch the midnight sun


“Oke para pendengar BoiledCheese FM, masih bersama gue selama setengah jam ke depan. Tadi kita sudah mendengar ‘Ride The Wind’, request dari George di Gungenberg Barat. Sekarang mari kita bacakan lagi SMS yang masuk…”

“Kali ini dari yang bernama Azrael, isi pesannya ditujukan untuk William Wagner…”
  

Loh, itu nama gue. Siapa Azrael? William sejenak heran.


“Katanya, ‘Lihat ke kanan’. Hmm SMS yang aneh, tidak ada request lagu pulak… “


Sambil bingung, Wagner melihat ke jendela kanan mobilnya, dan seketika ia langsung berhadapan dengan ujung laras revolver Smith & Wesson diacungkan oleh seorang pengendara motor. Suara tembakan terdengar di tengah-tengah ramainya lalu lintas kota.


William Wagner benar-benar sial hari ini….


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


(Beberapa minggu sebelumnya)


Pagi itu hujan deras, tapi Armand Arnovski tetap mengunjungi makam istrinya. Hari ini adalah dua tahun sejak kematiannya.



Armand meletakkan seikat bunga yang sudah basah kuyup di depan nisannya. Kemudian ia pergi meninggalkan tanah pemakaman.


Dua tahun yang lalu, mereka berencana berlibur bersama ke luar kota naik motor. Tapi naas, ditengah jalan, mereka ditabrak mobil. Pengendaranya mabuk berat, begitu pula semua temannya dalam satu mobil tersebut. Armand terbentur keras dan mata kanannya menjadi buta permanen karena terkena pecahan kaca helm.


Tetapi istri Armand bernasib lebih buruk….



Karena ketiga pemuda yang menabrak tersebut memiliki orang tua yang kaya, hakim hanya menghukum mereka selama dua tahun dengan tuduhan "kenakalan remaja". Padahal sudah jelas mereka dalam pengaruh kokain saat itu. Tapi di pengadilan Moyoland, kekuatan uang masih dahsyat....



Armand melihat kalender. Ia menandai hari dimana mereka bertiga akan dibebaskan...


Dalam tiga tahun ini, ia telah mempersiapkan semuanya. Armand berhenti dari pekerjaannya, kemudian ia ikut kursus Krav Maga di pagi hari, serta Jeet Kune Do di sore harinya. Di malam hari, ia berlatih menggunakan senjata api. Waktu senggangnya dihabiskan untuk merancang rencana balas dendam.


Sebentar lagi, pikir Armand Arnovski….


Novel berjudul “The Wing of Azrael” karangan Mona Caird tergeletak di samping kalender meja. Armand terakhir membacanya sebelum kejadian kecelakaan itu. Ia tak sempat lagi membacanya, karena selain pikirannya terfokus pada balas dendam, kehilangan mata kanannya juga membuat penglihatannya payah…


Sebentar lagi...




Hari itu pun akhirnya tiba...


Target pertama Armand, Eddy Dupree, sedang terlihat asik mengendarai Range Rover Evoque barunya.

Armand melaju dengan motornya di jalur yang berlawanan, sambil memegang tombak logam sepanjang dua meter, lalu ketika ia sudah melihat mobil Eddy, Armand menambah kecepatan motornya.

Sesaat sebelum keduanya berpapasan, Armand melemparkan tombaknya ke kaca depan Range Rover tersebut. Logam panjang itu sukses menembus kaca, sekaligus badan Eddy Dupree yang malang. 




Sebenarnya malam ini Eddy berencana main bola sodok. Tapi malah ia yang kena sodok…

Mobilnya tetap melaju tanpa kendali sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan dan jatuh ke sungai….
 



Pemakaman Eddy Dupree dilangsungkan beberapa hari kemudian.

Terlihat kakak Eddy, Nicholas Dupree di salah satu deretan tamu yang hadir. Hubungan mereka yang kurang baik belakangan ini membuat Nick tidak terlalu berduka. Apalagi dengan meninggalnya Eddy, sekarang semua warisan orang tuanya akan jatuh ke tangannya.

Setelah kira-kira setengah dari jumlah tamu sudah pergi, Nick pun meninggalkan tempat pemakaman. Ia butuh segelas bir dingin.

Satu gelas kurang, pikirnya. Mungkin dua…. Ah, peduli setan. Mari minum sampai teler hari ini, supaya besok masalah ini bisa terlupakan….



Nicholas Dupree tidak pernah mencapai bar hari itu.  Sebuah sepeda motor menyenggol mobilnya ketika dalam perjalanan. Ketika Nick keluar dari mobil untuk beradu mulut dengan si biang kerok, pengendara motor tersebut mengeluarkan revolver dan menembak Nick dua kali di paha.

Nick terjatuh kesakitan. Armand mengikat leher Nick dengan tali yang disambungkan ke belakang motornya, kemudian ia melaju kencang, menyeret Nick di belakangnya. Awalnya sempat ada perlawanan, namun tidak lama kemudian, hanya terasa seperti menyeret benda mati.

Armand menghentikan motornya di depan sebuah gudang kosong. Lalu ia melepaskan tali itu dari motornya, dan dipakainya untuk menggantung Nick di langit-langit gudang.


Tubuh Nicholas Dupree berayun-ayun tanpa nyawa, dengan mata yang masih terbuka. Wajahnya terlihat seperti ketakutan, seakan telah melihat malaikat maut…




Tinggal William Wagner seorang….


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 



Leonard Ibrahim baru saja mendapat surat peringatan keduanya.


Ia ketahuan memodifikasi sendiri sepeda motor polisinya. Jika bukan karena suara knalpot yang terdengar berbeda, mungkin tidak bakal ketahuan.

Dalam hati, ia beralasan bahwa sepeda motor polisi New Ismoyork yang sekarang ini masih kurang cepat. Kondisi ekonomi multinasional yang terjadi di seluruh benua Empirea membuat negara terpaksa berhemat, dan salah satu yang dipotong adalah anggaran penyediaan kendaraan polisi. Pada dekade sebelumnya, sepeda motor standar patroli jalan raya adalah Triumph 675 Daytona. Namun karena budget cut ini, mereka cuma mendapat Kawasaki KLX 250….

Yah paling tidak, sudah jarang ada kejar-kejaran berkecepatan tinggi, pikirnya lagi. Pekerjaan sekarang paling cuma menangkap pengendara-pengendara bandel yang melanggar rambu, atau tidak memakai sabuk pengaman, seperti yang ia tilang barusan.

Pakai ngaku-ngaku pamannya kolonel segala, ingatnya sambil tertawa dalam hati....



Radio polisi sebetulnya tidak bisa dipindah ke frekuensi umum, tapi untung modifikasi yang ini belum ketahuan. Leonard memindahkannya ke frekuensi stasiun radio setempat…


Hearts of fire 
Streets of stone 
Modern warriors 
Saddle iron horses of chrome 

Taste the wild 
Lick the wind 
Like something they never saw before 
Their jaws dropping to the floor 
Steel made of soul and sin
                                                                                                   
                                        
Tidak lama kemudian, Leonard mendengar bunyi tembakan pistol di kejauhan…



Ia secara refleks mengganti kembali frekuensi untuk berkomunikasi dengan markasnya. Tidak sampai satu menit, semua unit patroli di area tersebut segera ditugaskan ke lokasi.

“Tersangka mengenakan jaket hitam, helm hitam, serta mengendarai MV Agusta merah”, demikian suara dari pusat.

Kejar-kejaran berlangsung di tengah hiruk pikuk kota. Leonard sempat melihat motor tersebut dari jauh. Ia mengenali jenisnya. MV Agusta Brutale Oro.

Tidak mungkin mengejarnya, tidak dengan cara seperti ini, pikir Briptu Leonard. Ia akan dengan mudah kabur ke area sepi penduduk…


Ramalan Leonard benar. Semua mobil dan motor polisi New Ismoyork tak ada yang sanggup menandingi kecepatan mesin Italia 750cc bersilinder empat segaris tersebut. Andaikan tidak ada pemotongan anggaran, mungkin masih bisa tersusul…

Leonard mempelajari peta GPS di motornya. Ia mencari jalur alternatif yang bisa memotong jalur penjahat tersebut. Ia hanya melihat satu persimpangan. Tapi ternyata bukan persimpangan, melainkan fly-over…

Ide gila, tapi boleh dicoba. Briptu Leonard Ibrahim membelokkan motornya menuju fly-over tersebut. Walaupun ia sudah dihukum karena memodifikasi motornya, tapi untungnya mereka belum mengembalikan motor tersebut ke kondisi standar. Leonard melaju dengan kencang meninggalkan rombongan polisi yang lainnya….



Sesaat lagi ia akan sampai di jalanan yang berada persis di atas kejar-kejaran itu. Suara raungan mesin dan sirine sudah bisa ia dengar dari jauh.

Ini dia fly-overnya. Leonard melihat motor tersangka dari atas. Kemudian ia membelok tajam dan mengarahkan motornya ke pagar pembatas jembatan, lalu berakselerasi secepat mungkin…


Ban  depannya menghantam pagar flyover tersebut, membuat tubuh Leonard terpental ke depan meninggalkan sepeda motornya.


Sambil melayang jatuh dari fly-over, ia merentangkan lengan kanannya…




Perhitungannya pas. Lengannya menghantam si tersangka tepat di leher, membuatnya terjatuh dari motornya. Perkenaan tersebut juga membuat kecepatan jatuhnya Leonard berkurang, sehingga ia dengan selamat mendarat di aspal sambil berguling-guling.


Polisi lainnya turun dari kendaraan mereka dan mengarahkan senjata pada tersangka yang kini bangun sambil terpincang-pincang.




Rencana kabur ini seharusnya sempurna, pikir Armand Arnovski. Ia berusaha kembali berdiri dengan susah payah.

Polisi menyuruhnya angkat tangan dan tiarap.

Masih ada rencana B...



Armand “Azrael” Arnovski meraih revolvernya dan menembak kepalanya sendiri. Peluru menembus helm sekaligus otaknya...


… Ride the wind 
Never coming back until I touch the midnight sun









Saturday 3 November 2012

HUNTING HIGH AND LOW



Enaknya kalau jadi burung, nggak usah kerja…. 




Angellica Skye sedang melamun sambil melihat burung-burung dari jendela kantornya. Ia beruntung mendapat meja yang dekat jendela. Jika sedang suntuk kerjaan, sesekali Angel bisa melihat pemandangan di luar cukup dengan menengok… 


Technical report yang super-tebal itu akhirnya beres juga. Setelah terkirim. saatnya ia bersiap-siap pulang… 

“Oh, Mbak Skye, kamu masih disini. Bisa minta tolong tiga dokumen lagi? Besok sudah musti disetor soalnya”, kata bosnya sambil tersenyum diplomatis.... 




Biji Kutil....



Angel tidak jadi mematikan laptopnya. Ia membuka music player dan menyetel Stratovarius. Lagu “Hunting high and low” terdengar dari speaker laptop. Angel tidak perlu repot-repot lagi menggunakan headphone, toh sebagian besar orang di ruangannya sudah pulang jam segini…. 


I feel the wind in my hair
And it's whispering, telling me things
Of a storm that is gathering near
Full of power I'm spreading my wings 


Pengurangan jumlah karyawan beberapa waktu yang lalu membuat beban kerjanya makin gila. Bulan ini, Angel belum pernah meninggalkan kantor di bawah jam sembilan malam. Untung saja kompensasi lemburnya lumayan. 

Lumayan nih, jaket kulit baru bulan depan, pikir Angel dalam hati setelah menghitung secara kasar uang overtime-nya bulan ini. 

Ia melihat ke jendela lagi. Matahari sudah terbenam. Sebentar lagi burung-burung siang hari akan diganti dengan jenis burung-burung malam. 

Dari jendela juga terlihat jalanan di depan kantornya. Jam segini, semua kendaraan sepanjang jalan raya Kolonel Sanders hampir tidak bergerak. Bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi, ada untungnya juga kerja lembur begini, bisa menghindari prime time jam pulang kantor. Di pusat kota Moyopolis, lalu lintas bisa mengubah orang paling baik sekalipun menjadi jahat. 



Sudah dua dokumen beres. Satu lagi. Angel istirahat sejenak dan membuka-buka album foto di laptopnya. 

Angellica Skye, medali emas lompat tinggi. Begitulah tulisan yang terbaca di bawah salah satu foto yang menampilkan ia sedang berada di podium sambil memegang medali di pekan olahraga antar kampus. Wajahnya belum berubah antara sekarang dengan foto tiga tahun yang lalu itu. 

Angel tersenyum kecil. Ia ingat bahwa ia sebenarnya sedikit “curang” saat itu, dan beberapa hari setelah kejuaraan, ia masih merasa nggak enakan. Tapi toh sudah berlalu, ia juga tidak mengaku ke siapa-siapa selain ibunya, dan respons ibunya pun biasa saja sambil tertawa. 

Sebagian besar foto menggambarkan masa-masa kuliah Angel. Teman-temannya yang ada di foto-foto tersebut banyak yang sudah kerja di luar negeri. Dari satu angkatannya, hanya Angel yang bekerja di perusahaan ini sekarang. 

Angel tidak menyesal, tapi juga tidak terlalu bahagia. Kantor ini memberikan benefit yang lumayan oke, tapi juga dibarengi kerjaan yang berat. Beberapa kali ia sempat memikirkan untuk pindah, namun terlalu malas untuk membuka-buka lowongan kerja lagi dan memperbarui curriculum vitaenya. 





“Mau kemana, Pak?”, tanya Angel ke salah satu rekan kerjanya yang menuju ke luar ruangan, tapi tidak membawa tas yang artinya belum mau pulang. 

“Nyari cemilan. Bakal sampe tengah malem gue dimari…”, kata orang tersebut. “Mau nitip?” 

“Enggak usah, ini bentar lagi beres kok…” 



Minuman energi yang disediakan di pantry kantor membuat Angel menyelesaikan dokumen terakhirnya dengan cepat. Enggak sehat sih, tapi rasanya enak, pikir Angel. Kali ini ia benar-benar mematikan laptopnya, kemudian mengambil helm dan jaketnya di meja. 

“Hey Mbak Skye, bukannya rumahmu jauh ya? Gak takut tuh naek motor malem-malem?”, tanya bosnya. 

Angel hanya tersenyum. Kan ente yang bikin ane pulang jam segini, pikir Angel sambil mencoba menyingkirkan godaan untuk memaki-maki bosnya itu dalam hati. 


Ia mengenakan jaket motor Alpinestarsnya sambil menunggu lift. Angel sebenarnya tidak menyukai perlengkapan biker tebal seperti ini. Kaku, tidak nyaman, dan sama sekali tidak modis. Namun apa boleh buat. Bergerak dalam kecepatan tinggi di malam hari mengharuskan lapisan pakaian yang hangat dan protektif. Helmnya pun full-face, karena lebih aman dan kedap angin daripada sekedar half-face. 





Sesampainya di lantai bawah, ia memakaikan helm Caberg miliknya ke kepalanya. Setelah absen menggunakan fingerprint scanner, dilanjut dengan mengenakan sarung tangan RS Taichi hitam. Dulu, otak Angel belum terbiasa dengan pola ini sehingga sering terbalik. Akibatnya terpaksa melepas sarung tangan untuk scan sidik jari, lalu memakainya kembali... 


Now I'm leaving my worries behind
Feel the freedom of body and mind
I'm starting my journey, I'm drifting away with the wind, I go 


Angel menuju ke bagian paling ujung belakang dari tempat parkir sepeda motor yang berada di luar gedung tersebut.

Ia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang akan melihatnya.... 



Setelah yakin kondisi aman, Angel melompat sejauh lima ratus meter ke angkasa. Kemudian terbang ke arah Selatan menuju rumahnya… 


I am Hunting High and Low
Diving from the sky above
Looking for, more and more, once again
I'm Hunting High and Low
Sometimes I may win, sometimes I'll lose
It's just a game that I play 


Walaupun sudah pakai jaket biker, masih saja terasa dingin. Maklum ia terbang hampir secepat pesawat penumpang. 


Beberapa spesies burung malam terlihat sedang bermigrasi dalam kelompok. Mereka kaget dan terbang menjauh setelah melihat Angellica Skye di sampingnya. 





Enaknya kalau jadi burung, nggak usah kerja…






SMOKIN' IN THE BOYS ROOM





Napasnya terengah-engah, dokter selalu menyarankan agar ia berhenti merokok. Namun sulit bagi Wayne Phillip Rodriguez untuk menghentikan kecanduan dari asap kretek tersebut. Wayne mengeluarkan sebatang, lalu meraba sakunya mencari korek.

Sial, lupa melulu, pikirnya. 

Ia kini mencari di kantung-kantung celana para mayat yang terbujur kaku di lantai. Menemukan satu korek Zippo, kemudian membakar rokoknya.





Aroma harum dari asap tembakau sedikit bercampur dengan rasa darah dari bibirnya sendiri. Entah kenapa hal itu bisa menambah kenikmatannya. Tapi ada sedikit perih ketika filternya menyentuh bagian bibir yang terluka.


Wayne melihat hasil pekerjaannya. Enam mayat babak belur tergeletak rapi di lantai. Sambil menjepit rokoknya, ia mengeluarkan kamera saku lalu mengambil gambar orang-orang yang tidak beruntung itu. Foto-foto ini akan ia butuhkan ketika meng-claim uang hadiah nantinya.



Wayne Phillip Rodriguez, 38 tahun, adalah pemburu hadiah yang masih dalam perjalanan menuju ketenaran. Dengan begitu banyaknya pemburu hadiah muda yang bermunculan, sebagian di antaranya lebih lincah dan gesit, sulit bagi angkatan lama seperti Wayne untuk bisa menghadapi persaingan.

Tapi suatu saat nanti pasti akan ada kesempatan, pikirnya. Setelah selesai menyembunyikan para mayat dan membersihkan bukti-bukti di TKP, Wayne berjalan menuju motor tuanya, Honda CBR Fireblade, kemudian berkendara menjauh….




Di kejauhan, ia bisa mendengar bunyi petasan. Ah iya, sebentar lagi Desemberan (Hari kemerdekaan Moyoland, 24 Desember). Di usia setua ini, Wayne masih menyukai kembang api dan petasan. Ia ingat pernah menyebabkan kantin sekolah kebakaran karena petasan ketika masih kecil, tetapi hal itu tidak membuatnya kapok. Karena kejadian itulah ia dijuluki “Pyro” oleh teman-temannya. 

Wayne “Pyro” Phillip Rodriguez, si pembakar kantin…






Keesokan siangnya, Wayne berada di salah satu sekolah negri di pinggiran Moyoland. Kali ini bosnya memilih tempat ini untuk bertemu dan membicarakan “proyek” selanjutnya. Hari itu sedang diadakan pekan acara seni musim dingin, sehingga masyarakat umum boleh masuk ke lingkungan sekolah.

Suatu kebetulan, karena ini dulu juga merupakan sekolah Wayne. Seluruh guru dan karyawan sudah baru, sehingga tak ada yang mengenali Wayne, padahal ia dulu yang tidak sengaja membakar kantin sekolah tersebut. Ia duduk di salah satu bangku taman dan mengamati kesibukan para panita mengendalikan acara.


Ia melihat beberapa siswa-siswa pria memanfaatkan keramaian ini untuk bisa merokok. Ah, masa muda yang penuh kenakalan. Mungkin ia dulu juga seperti mereka, ia tidak ingat…


Checkin' out the halls makin sure the coast is clear
Lookin' in the stalls. Nah, there ain't nobody here
My buddies Sixx, Mick & Tom
  To get caught would surely be the death of us all


Lagu “Smokin’ in the boys room” dari Motley Crue terdengar dimainkan di panggung. Band pembuka yang satu ini rupanya punya selera musik-musik lawas....



"Wayne Pyro?". 

Sebuah suara terdengar dari belakang Wayne. Rupanya orang yang ditunggunya telah datang.

Perawakan orang tersebut sederhana, sulit dibedakan dengan para orang tua murid yang sedang menikmati acara sekolah ini. Tetapi Wayne pernah mendengar beberapa cerita tentangnya, cerita-cerita pertempuran dahsyat yang mungkin sebagian orang kira hanya khayalan seperti cerita komik.

Tapi rasanya tidak mungkin ia sampai menyewa hitman sepertiku kalau dia memang sehebat itu, pasti bisa dikerjakan sendiri, pikir Wayne dalam hati.

Percakapan mereka berlangsung singkat. Tidak ada nego harga, tawaran awal selalu memuaskan. Wayne langsung meninggalkan lokasi seketika, sedangkan orang itu baru pergi setelah menikmati tiga band kemudian.



Hari-H. Lokasinya merupakan sebuah gudang yang biasa digunakan untuk penyelundupan narkotik. Selama ini, semua targetnya juga merupakan penjahat, mafia, ataupun pejabat yang korup. Wayne kadang bertanya-tanya apakah bosnya ini jangan-jangan seorang “pembela kebenaran” tapi menggunakan cara-cara kotor.

Yang penting uang, dalam otaknya. Ia membuang pikiran barusan dan melangkah menuju pintu masuk. Ketuk, hajar, pergi. Begitu saja rencananya malam ini. Sederhana, tapi selama ini belum pernah gagal.

“Siapa itu?” ,tanya penjaga di balik pintu gudang.

“Mamak kau...”, jawab Wayne.

Penjaga tolol itu membuka pintu untuk mengusir Wayne, tapi justru ia yang diusir dari kehidupan oleh  semburan Remington 870 tepat di selangkangan...




Dengan banyaknya petasan di malam Desemberan ini, bunyi senjata api di gudang terpencil ini tidak akan terlalu menarik perhatian. Wayne menerobos masuk sambil mengkokang shotgunnya. Beberapa lawannya refleks meraih pistol, namun senapan Wayne lebih cepat.

Pump action manual memang lebih mantap daripada shotgun otomatis. Setiap gerakan dan bunyi "crek-crek" ketika mengokangnya memberikan feeling tersendiri yang sulit dideskripsikan,  kurang lebih sama dengan alasan kenapa lebih banyak orang lebih memilih mobil atau motor persneling manual. Transmisi otomatis memang lebih praktikal, tapi sensasinya tidak sama seperti mengoper gigi sendiri saat putaran mesin sudah berada di torsi maksimum.

Ketika peluru Remingtonnya sudah habis, waktunya buku-buku jari beraksi. Hook kanan keras oleh Wayne ke salah satu lawannya membuatnya megap-megap sulit bernafas. Dilanjutkan dengan perkenalan wajahnya dengan lutut kiri Wayne Rodriguez.

Orang berikutnya menerjang Wayne dengan tendangan lompat, tapi ditangkap dan dijatuhkan ke lantai. Namun Wayne mengangkat badan lawannya kembali untuk digunakan sebagai perisai terhadap tembakan pistol yang terjadi setelahnya. Setelah lawannya bolong-bolong, ia lemparkan badan lawannya tersebut ke si penembak, kemudian melanjutkan dengan menerjang si penembak yang masih kaget tersebut dan memukulinya di lantai sampai musuhnya tersebut hanya tinggal nama.



Selesai sudah. Ia melihat kembali mayat tersebut satu persatu untuk mencari yang mana yang target utamanya, ternyata justru si orang yang pertama kali membukakan pintu. Wayne tertawa kecil, lalu setelah memotret korban-korbanya, ia pergi ke ruang genset mencari persediaan bensin untuk membakar seluruh gudang tersebut.

Selesai menghabiskan beberapa jerigen, ia meraba saku jaketnya.

“Ah brengsek, lupa melulu…”



Wayne berjalan keluar dari gudang. Di sudut jalan tak jauh dari situ, ia melihat beberapa anak muda yang lagi nongkrong dan minum-minum. Beberapa terlihat sedang merokok. Anak muda jaman sekarang, pikir Wayne.

“Ada korek?”, tanya Wayne dengan rokok terjepit di bibir kepada salah satu anak nongkrong tersebut.

Setelah diberikan korek, Wayne bukannya menyalakan rokok, tapi malah berjalan menjauh dari sekumpulan pemuda tersebut. Si pemilik korek terlihat bingung, tapi terlalu teler untuk berpikir jernih sehingga tidak berbuat apa-apa. Wayne berjalan kembali ke gudang yang tadi.



Beberapa detik kemudian, api berkobar dari dalam gudang.

Wayne keluar dari gudang yang berkobar, dengan rokok sudah menyala...





Ia menuju para pemuda teler  yang sekarang sedang bengong melihat kebakaran. Mengembalikan korek api yang tadi ia pinjam, lalu berjalan menuju motornya.

Helmnya sengaja tidak dikenakan agar bisa mengendarai motor sambil menghisap rokok. “Proyek” kali ini sedikit lebih gampang dari yang sebelumnya, tapi tetap saja ia merasa sedikit lelah.



Napasnya terengah-engah, mungkin dokter memang benar, saatnya ia berhenti merokok…